Kamis, 29 November 2007

Fwd: [Republika Online] Kuatnya Ketulusan Kasih Ibu


20 Oktober 2007
Kuatnya Ketulusan Kasih Ibu
zak

Sesekali bibir bocah itu mengulum senyum. Kedua matanya memerhatikan sekelilingnya. Dengan lembut dan kasih sayangnya, ibu si anak mengelus rambut hitamnya yang terlihat jarang tumbuh. ''Ibu mau shalat dulu ya sayang. Kamu tidur-tiduran di sini, jangan rewel,'' ucap ibu itu.

Tepat pukul 07.00 WIB ibu itu mengangkat tangan dan kemudian membaca takbir. Usai shalat, ibu itu langsung menengadahkan tangan mengambil kembali anaknya yang ditinggal shalat di samping tikar putih.

Sesekali tangan kanan ibu itu bersalaman dengan jamaah shalat Id. Jumat (12/10) pagi, ibu bernama Susi Susanti sedang mengikuti shalat Id di Lapangan Wijaya Kusuma, Slipi, Jakarta Barat. Si bocah itu tidur-tiduran di pangkuan ibunya. Susi senang, anak yang dinamai Fahmi Fitroni pagi itu tidak rewel meski diajak keluar rumah untuk shalat.

''Kalau penyakitnya kumat, dia bisa kejang-kejang dan mengerang kesakitan. Saya dan kakaknya pasti kerepotan,'' tutur Susi, pelan, saat ditemui Republika usai shalat Id. Maklumlah, Fahmi tidak bisa berbicara sehingga orang di sekitarnya tidak pernah mengerti secara pasti apa yang dia maui.

Dilihat dari umurnya, Fahmi yang lahir tanggal 3 September 1996 itu tidak bisa lagi disebut sebagai bocah atau bayi. Namun, kemampuan fisik maupun psikisnya masih seperti bayi. Penyakit radang otaknya yang diderita sejak usia tiga tahun membuat pertumbuhan fisik, psikis, maupun emosionalnya terhambat. Kini, Fahmi yang berusia 11 tahun itu hanya bisa tidur-tiduran di pangkuan ibunya. Kedua kakinya terlihat lumpuh dan membentuk huruf O. Begitu juga dengan kedua telapak tangannya, tidak bisa memegang lebih dari satu menit. Setiap barang yang ditaruh di telapak tangannya pasti terlepas.

Badannya yang kurus kering belum mampu menopang dirinya sendiri. ''Dia memang seperti bayi, dari sejak umur tiga tahun ketika kejadian itu berawal sampai saat ini kondisinya seperti ini. Belum ada perkembangan membaik atau normal seperti layaknya anak kecil tumbuh,'' tutur Susi mengungkapkan. Dengan usia 11 tahun ini, berat tubuh Fahmi hanya 20 kilogram. Ketika lahir, berat tubuhnya di atas berat rata-rata bayi normal, yakni 4,2 kilogram dengan panjang 55 cm. Sehari-hari Fahmi hanya makan bubur bayi dan sebulan sekali tubuhnya harus diberi cairan infus di Klinik Prima Husada, Cilegon.

Di usia 11 tahun, Fahmi belum bisa hajat atau sekadar makan sendiri. Semua kebutuhannya dilayani ibunya. Dengan setia, Susi setiap pagi hingga keesokan paginya lagi selalu tidak melepas kasih sayangnya melayani anaknya itu. Dengan tegar, Susi tidak ingin mengingat kejadian delapan tahun lalu. Sebab, menurut dia, semua itu adalah takdir dan Allah dianggapnya memiliki pertimbangan tersendiri untuk membuat anaknya menderita radang otak yang sampai saat ini belum terobati.

Peristiwa delapan tahun silam yang dimaksud Susi itu adalah kejadian saat dia bekerja keluar rumah dan menyerahkan Fahmi kepada perawat. Perawat itu tinggal satu rumah dengan ibunda Susi. Saat perawatnya hendak ke kamar mandi, Fahmi yang tertidur pulas dalam gendongan dilepaskan dari pelukannya. Oleh si perawat, gendongan bayi berisi Fahmi ditaruh di paku yang tertancap di dinding. Diduga kurang kuat, paku itu lepas dan spontan Fahmi jatuh. ''Kepalanya membentur lantai, sedangkan si perawat Fahmi pergi entah ke mana,'' ujar Susi, yang warga RT 06/RW 04 Kelurahan Kramat Watu, Kramat Watu, Serang, Banten, ini.

Fahmi kemudian dibawa ke RS Qodar Tangerang. Laporan medis menyebutkan ada batok kepalanya yang pecah akibat benturan itu atau mengalami radang otak. Benturan itu juga menyebabkan adanya gumpalan darah di kepalanya. Belum puas, Fahmi dibawa ke RSAB Harapan Kita serta RS Siloam Gleneagles. Intinya sama, Fahmi menderita radang otak. Tetapi, kata Susi, ada dokter dari rumah sakit lain menyebutkan Fahmi terkena gejala kanker otak. Akibatnya otak Fahmi menjadi mengecil, terutama di bagian belakang. Ada pula dokter yang menvonis Fahmi, kecil peluangnya bisa diselamatkan. Makanya semua dokter menyarankan Fahmi dioperasi.

Saat mendengar biaya operasi yang mencapai Rp 40 juta, Susi dan suaminya, Ridwan, mundur. Fahmi ditarik dari RSUD Serang, setelah belasan juta rupiah dihabiskan untuk membiayai perawatan di sejumlah RS. Fahmi akhirnya dirawat di rumah bersama kakaknya, Imam Alamsyah (sekarang 15 tahun). ''Delapan tahun silam biaya operasi anak saya sebesar Rp 40 juta. Sekarang biaya operasinya bisa mencapai Rp 200 juta. Waktu saya bawa ke RSPP, katanya harus menyiapkan dana Rp 200 juta sampai Rp 500 juta. Wah, saya ya mana sanggup,'' kata Susi. Belum habis kesedihan Susi, Ridwan meninggal dunia.

Kini janda berusia 35 tahun itu harus membesarkan dua anaknya di rumah petak berukuran 3x5 meter persegi di Gang Resik, Kampung Kramatwatu, Desa Kramatwatu, Serang, Di rumah mungil itu, Susi ditemani ibunya, Zalma, dan adiknya bernama Adi Nanda. Fahmi seringkali kejang-kejang. Bila sudah begini, tidak ada cara lain kecuali memberi obat-obatan untuk mengurangi rasa sakit di otaknya. Gempuran obat-obatan itu membuat pencernaan Fahmi agak terganggu.

''Alat dan obatnya untuk buang air besar harganya hampir Rp 20 ribu untuk satu kali buang air besar. Tetapi, saya baru beli alatnya jika ada uang. Jadi bukan setiap hari beli, paling tidak dalam satu minggu dua atau tiga kali buang air besar. Saya tidak kuat biayanya jika harus membeli setiap hari,'' ujar Susi. Saat ditemui usai shalat Id, mata Susi berusaha terlihat tegar. Tapi, kepedihan itu tidak bisa seterusnya disembunyikan, sebab sesekali dia terlihat terisak apalagi tatkala melihat Fahmi sulit menggerakkan tubuhnya.

Awalnya, untuk bertahan hidup termasuk memenuhi biaya berobat jalan Fahmi, Susi membuka jasa menjahit dan permak jins. Penghasilan yang tidak menentu itu harus disisihkan untuk biaya pengobatan Fahmi. Saat ini, untuk menopang hidupnya, dia berjualan aksesori seperti bando, gelang, dan sebagainya. Setiap bulan, Fahmi menghabiskan Rp 900 ribu untuk membeli obat antikejang serta alat untuk buang air besar. Kenyataan ini, bagi Susi dan seluruh keluarga tetaplah diterima dengan lapang dada.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=310718&kat_id=3



--
Silakan, kunjungi website (blog) saya ini :
http://yahumairah.blogspot.com